Sunday, 26 February 2012

Dongeng Nyi Anten Bagian 2

Setelah lebih dari sebulan, Nyi Anten barulah mendapatkan jawaban atas kejadian yang telah menimpa ibu dan desanya.
Adalah Prabu Malayapati dari kerajaan Tanjung Siguruh yang sedang mengamuk karena cintanya ditolak oleh gadis pujaannya. Dikisahkan pada waktu itu, Prabu Malayapati sedang berhasrat untuk mempunyai seorang permaisuri. Gadis yang akan dijadikan permaisurinya tentunya harus putri bangsawan atau kerajaan.

Calon permaisuri yang diidam-idamkan akhirnya jatuh pada Dewi Lenggangpakuan, putri dari Prabu Garbamenak raja Pakuan Pajajaran. Lamaran dengan hantaran barang-barang mewahpun dilaksanakan. Namun ternyata Dewi menolak lamaran itu, sehingga Prabu Malayapati murka dan merasa terhina, higga dia mengamuk setiap apapun yang dilewatinya dihancurkan termasuk desa Nyi Anten. Rumah-rumah penduduk dibakar, penghuninya dibantai.

Banyak korban tak berdosa akibat kemurkaan Prabu Malayapati. Namun pasukanya tak bisa masuk sampai pusat kerajaan karena memperoleh perlawanan yang ketat dari pasukan Pakuan Pajajaran yang dipimpin oleh Kiansantang. Nyi Anten yakin kalau Ki Jaka berada di antara pasukan itu, namun tidak tahu bagaimana caranya untuk bisa menemuinya.

Sementara itu, sari hari ke hari kehidupan Nyi Anten bersama keluarga Ki Sura bukannya semakin membaik, namun sebaliknya. Lambat laun Nyi Anten mendapat perlakuan yang tidak pantas dari seluruh keluarga Ki Sura. Mereka memperlakukan Nyi Anten lebih dari sekedar pembantu. Hari-hari Nyi Anten hanya dipenuhi oleh penderitaan karena hinaan dan perlakuan keluarga Ki Sura. Semua pekerjaan harus dibereskan oleh Nyi Anten.

Hingga suatu ketika, oleh kerena Nyi Anten tiap hari mencuci pakaian dan perabotan keluarga Ki Sura di sungai, terlihatlah cincin yang dikenakan di jari manisnya menjadi lebih mengkilat bak emas permata. Keadaan ini tentu tidak luput dari perhatian Nyi Anih maupun ibu Nyi Anih. Oleh karena penasaran, Nyi Anih memaksa dengan kasar untuk melihat cincin yang dikenakan Nyi Anten. Oleh karena Nyi Anten tidak mau menanggalkan cincin itu, terjadilah pertngkaran yang hebat di antara keduanya.

Nyi Anten yang sudah tidak tahan terhadap perlakuan keluarga Ki Sura dan dalam keadaan yang kalut akibat pertengkarannya dengan Nyi Anih, maka tanpa arah tujuan berlarilah Nyi Anten keluar rumah dan terus berlari tanpa henti dan tanpa arah. Nyi Anih dan ibunya mengejarnya sambil mengumpat dan mengancam. Nyi Anten sudah ketakutan karen dikejar terus oleh ke-dua orang itu.

“Emaaaaakkk, emaaaaak, Kang Jaka, tolonglah aku. Dimanakah engkau berada!” Demikian sambil terus berlari Nyi Anten berteriak minta tolong. Tiba-tiba langit mendadak menjadi gelap petir menyambar sangat dahsyat, membuat Nyi Anih dan ibunya terkejut luar biasa hingga mereka jatuh bergulingan dan berpelukan karena ketakutan. Sebentar kemudian hujan lebat sakali. Nyi Anten terus berlari hingga tak nampak dan kedengaran lagi Nyi Anih serta ibunya.

Sementara kita tinggalkan dulu Nyi Anten. Sekarang kita menuju Pakuan Pajajaran. Peperangan antara pasukan Tanjungsiguruh dan pasukan Pakuan Pajajaran berlangsung hampir tiga bulan. Berangsur-angsur pasukan Pakuan Pajajaran terpukul mundur dan kekuatan mereka berangsur-angsur surut. Mundurnya kekuatan Pakuan Pajajaran akibat adanya pengkianatan dari para perwira dan prajurit Pakuan Pajajaran.

Prabu Siliwangi dari Sumedang mengetahui kemunduran kekuatan Prabu Gerbamenak tidak tinggal diam. Beliau bersama pasukan pilihan membantu pasukan Pakuan Pajajaran yang dipimpin oleh patih Kiansantang memukul mundur pasukan Tanjungsiguruh. Mengetahui adanya bantuan dari Sumedang, Prabu Malayapati menjadi marah.

Prabu Malayapati menantang Prabu Siliwangi untuk bertempur. Pertempuran antara keduanya belangsung lama dan sengit. Namun akhirnya Prabu Malayapati berhasil dikalahkan dan tewas di medan pertempuran. Prabu Gerbamenak sangat senang dan berterima kasih telah mendapat bantuan dari saudaranya Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi pulang ke Sumedang dengan selamat dan dengan perasaan bangga. Sementara Prabu Gerbamenak masih punya beban menuntaskan para pengkianat kerajaan. Diutuslah Patih Kiansantang untuk menumpas sisa-sisa pasukan Tanjungsigurung dan para pengkianat yang tidak mau menyerahkan diri.

Segera ki Patih Kiansantang bergegas melaksanakan titah raja didampingi punggawa kepercayaanya Ki Jaka Amparan dan segenap prajurit pilihan. Ki Jaka Amparan adalah kekasih Nyi Anten. Nama Amparan adalah hadiah dari ki Patih karena kepercayaannya terhadap Ki Jaka. Rombongan berangkat ke arah timur, ke arah desa Ki Jaka ataupun Nyi Anten. Dalam perjalanan Ki Jaka berkata dalam hati, apakah masih hidup Nyi Anten. Seandainya Ki Jaka berada di desanya ketika terjadi pembantaian, maka ceritanya akan lain.

Sampailah rombongan Ki Patih di sebuah desa dekat perbatasan kerajaan wilayah kademangan Tampir. Desa yang terletak di lembah yang sepi terlihat berantakan dan para penduduk berusaha membangun kembali puing-puing bangunan yang menjadi korban keganasan pasukan Prabu Malayapati.
Rupanya malapetaka yang terjadi beberapa bulan yang yang lalu masih meninggalkan penderitaan bagi penduduk desa tersebut yang tidak tahu-menahu apa yang sedang terjadi.

Ki patih keheranan melihat sesosok tubuh kurus yang duduk terkulai barsandar di bawah pohon di pojok desa tersebut. Maka dihampirinya sosok tubuh itu karena pikirnya mungkin korban keganasan pasukan Prabu Malayapati. Dan ternyata sesosok tubuh itu adalah seorang perempuan desa yang sangat kurus dan tak terurus. Ki Patih tersentuh hatinya dan beliau memeriksa sendiri keadaan gadis tersebut dan menitipkan gadis tersebut pada seorang demang yang berkuasa di wilayah tersebut.

Gadis tersebut adalah Nyi Anten. Semenjak pergi dari keluarga Ki Sura, Nyi Anten mengalami guncangan jiwa yang hebat hingga tak dapat mengnali dirinya sendiri atau hilang ingatan dan tidak bisa bicara. Nyi Anten dititipkan kepada demang Tampir yang bernama Darihal. Demang Darihal dengan serius menanggapi permintaan Ki Patih, namun dalam hatinya barkata lain. “Memanganya rumahku tempat penitipan gelandangan?” Demikian batin KI Demang. Maka dengan acuh tak acuh gadis tersbut diserahkan pada para pembantunya untuk diurus.

Demang Darihal adalah seorang demang yang suka bersenang-senang dan dikenal mata keranjang. Dia mempunyai tiga isteri dan beberapa selir yang masih bau kencur namun tidak mempunyai seorang anakpun. Sehari-hari kehidupannya hanya bersenang-senang dengan para selirnya, tanpa memperhatikan warga kademangan yang sedang dilanda penderitaan. Sementara kehidupan Nyi Anten semakin hari semakin membaik dan sehari-hari selalu bersama para dayang (pembantu kademangan). Kesehatan dan kondisi jiwa Nyi Anten berangsur pulih dan mulai menampakan sinar kecantikannya.

Hingga suatu hari Ki Demang heran melihat gadis cantik di kademangannya, yang belum pernah dilihat sebelumnya. Dengan berbagai cara Ki Demang mencari cara untuk mengetahui siapa gerangan gadis cantik tersebut. Dasar sifat Ki Demang yang mata keranjang, maka tergiurlah melihat gadis yang ternyata adalah gadis yang sudah berada di bawah kekuasaannya. Maka dengan gaya genit dan kurangajarnya Ki Demang berusaha menarik perhatian Nyi Anten.

Kecantikan Nyi Anten makin bersinar, namun sedih rasanya karena selalu diawasi dan tidak boleh keluar dari kademangan. Nyi Anten merasa ngeri tatkala didekati Ki Demang yang genit dan kurang ajar. Hingga suatu hari Ki Demang mengutarakan maksudnya untuk menjadikan Nyi Anten menjadi isterinya yang keempat. Betapa kagetnya Nyi Anten demi mendengarnya. Hati Nyi Anten masih setia dan terikat pada Ki Jaka, maka Nyi Anten tidak pernah menjawab permintaan Ki Demang.

Dalam keputus-asaanya, Nyi anten akhirnya menemukan sebuah kekuatan. Nyi Anten rajin berdoa pada setiap tengah malam. Hingga pada suatu malam yang sepi ketika sedang berdoa Nyi Anten mendengar keributan di ruangan kademangan. Nyi Anten mengintip dari celah dinding ruangan kademangan. Dan terlihat beberapa orang yang sedang dimarahi oleh Ki Demang. “Apa yang mereka rencanakan malam-malam begini?” Batin Nyi Anten.

Betapa geramnya Nyi Anten mengetahui bahwa orang-orang tersebut adalah prajurit dari Tanjungsiguruh yang telah membunuh dan membinasakan desanya. “Ternyata selama ini Ki Demang melindungi prajurit Tanjungsiguruh” gumamnya. Nyi Anten melinat beberapa orang tersebut memasuki lorong rahasia yang bisa dibuka sendiri oleh Ki Demang. Kekuatan Nyi Anten hampir turun lagi, namun akhirnya Nyi Anten berpikir kembali harus mencari akal untuk bisa menghindari permintaan Ki Demang.

Ki Demang tengah merayu Nyi Anten dengan gaya kegenitannya ketika ada pasuka pencari yang ingin bertemu dengan Ki Demang. Dan dengan sikap yang angkuh Darihal menemui Ki Jaka, dan dengan lantang menjwab semua pertanyaan perihal prajurit Tanjungsiguruh yang diajukan Ki Jaka.

Nyi Anten yang telah mendengar nama Ki Jaka Amparan berharap kalau itu adalah Ki Jaka kekasihnya, tiba-tiba memperoleh kekuatan dan memberanikan diri keluar kamar memasuki ruangan kademangan. Sesampainya di ruangan kademangan, keberaniannya semakin bertambah setelah melihat wajah yang seolah pernah dikenalnya, Ki Jaka. Sikap Nyi Anten membuat kaget Ki Demang dan para prajurit yang ada, terlebih Ki Jaka Amparan yang terkesiap seolah mengenal perempuan tersebut.

Dengan lantang Nyi Anten berkata: “Apa yang diomongkan Ki Demang bohong, tuan. Prajurit yang sedang tuan kejar-kejar ada di kademangan ini. Demang Garihal yang memberikan perlindungan dengan menyembunyikan mereka lewat pintu rahasia itu!” Sambil berkata demikian, Nyi Anten menunjuk sebuah tempat. Tanpa terlepas memandang Nyi Anten, Ki Jaka Amparan memrintahkan prajurit untuk memeriksa tempat tersebut. Sejurus dengan itu tiba-tiba Nyi Anten diliputi perasaan yang susah diterjemahkan hingga sulit berkata-kata, demikian juga dengan Ki Jaka Amparan yang terpaku memandang Nyi Anten.

Akhirnya, tanpa perlawanan para prajurit dengan meudah menangkap prajurit Tanjungsiguruh. Oleh karena Demang terbukti berkianat, maka Ki Jaka memberi isyarat sambil masih terpaku memandang Nyi Anten untuk meringkus Ki Demang juga. Sementara Nyi Anten merasakan degup jantungnya semakin kencang, dengan tergagap berusaha bertanya sesuatu. “A..a.apakah tuan .. ini Ki Jaka?” Demikian tanya Nyi Anten. Seketika itu juga Ki Jaka Amparan teringat sesuatu, pandangannya langsung tertuju pada sebuah cincin kuningan di jari manis Nyi Anten dan “Ante….n!” serunya seraya menubruk Nyi Anten memeluk dengan eratnya. Mereka saling berpelukan dan menangis haru karena tidak mengira akan bertemu kembali.

Akhirnya para prajurit dari Tanjungsigkurung dan Demang Darial digelandang ke istana Pakuan Pajajaran. Mereka masing-masing mendapatkan hukuman yang setimpal. Demang Darial mendaptkan hukuman yang berat karena telah berkhianat, seluruh hartanya di sita, dan menghabiskan sisa hidupnya dengan kesengsaraan. Semantara Ki Jaka mendapatkan anugerah dari Prabu Garbamenak sebagai ucapan terima kasihnya atas jasanya yang besar terhadap kerajaan.

Ki Jaka amat bangga dan bahagia karena telah bertemu dengan kekasihnya yang telah lama tidak bertemu. Dengan restu dari Raja, Ki Jaka menikahi Nyi Anten, dan mendapat mandat untuk menjadi Demang di Tampil menggantikan Ki Darihal. Akhirnya mereka hidup bahagia dan saling mencintai hingga akhir hayat.